Bangunan adat atau rumah adat merupakan wujud konkret
dari kebudayaan. Setiap bagian atau ruangan rumah adat sarat dengan nilai dan
norma yang berlaku bagi masyarakat pemilik budaya tersebut. Sama halnya dengan joglo, nama dari rumah
adat khas Jawa Tengah, konstruksi bangunan yang khas dengan fungsi setiap
bagian yang berbeda satu sama lain mengandung unsur filosofis yang sarat dengan
nilai religi, kepercayaan, norma, dan nilai budaya adat etnik Jawa.
Selanjutnya, joglo memiliki makna sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Sebagai upaya adaptasi dengan kondisi lingkungan tropis, rumah adat Jawa Tengah masih dapat dijumpai di
Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Artikel ini mengungkap secara fisik konstruksi rumah adat Jawa Tengah dan mengulasnya dari perspektif filosofi Jawa.
Bangunan atau rumah adat tidak hanya dibangun sebagai
tempat tinggal, tetapi juga diharapkan dapat membawa kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi penghuninya melalui integrasi unsur makrokosmik dan
mikrokosmik di dalam rumah. Alhasil, diharapkan tercapai kehidupan yang
seimbang, dengan dampak positif bagi penghuninya. Yuk, mari menggali
unsur-unsur filosofis dalam tradisi rumah adat Jawa Tengah yang dapat membuka
peluang usaha bagi generasi muda sebagai pewaris budaya di masa depan untuk
menjaga dan melestarikan warisan nenek moyangnya.

sumber: bpad.jogjaprov.go.id/
Rumah Adat Jawa Tengah dan Keunikannya

Perkembangan sejarah joglo tidak lepas dari sebuah bangunan kuno yang dikenal dengan nama punden berundak, yang merupakan bangunan suci dengan struktur yang memusat dan semakin tinggi semakin kecil bentuknya. Susunan pendhapa joglo ini ditutup dengan atap yang menjulang ke atas berbentuk gunung yang pada puncaknya dihubungkan dengan mala memanjang yang biasa disebut penuwun dalam bahasa Jawa. Nama bangunan penyangga di bagian atas joglo tengah adalah saka guru, terbuat dari empat potong kayu berbentuk persegi. Sebuah umpak atau batu karang menopang bagian di bawah saka guru.
Jika diperhatikan secara seksama, struktur dan bentuk
rumah joglo identik dengan candi Hindu. Oleh karena itu, masuk akal untuk
menyimpulkan bahwa rumah joglo merupakan tipe candi transformasi bentuk.
Bangunan adat atau rumah adat merupakan wujud konkret
dari kebudayaan. Setiap bagian atau ruangan rumah adat Jawa Tengah sarat dengan
nilai dan norma yang berlaku bagi masyarakat pemilik budaya tersebut. Rumah
joglo memiliki konstruksi bangunan yang khas dengan fungsi setiap bagian yang
berbeda satu sama lain dan mengandung unsur filosofis yang sarat dengan nilai
religi, kepercayaan, norma, serta nilai budaya adat etnik Jawa. Selanjutnya,
joglo memiliki makna sejarah yang harus dijaga dan dilestarikan. Sebagai upaya
adaptasi dengan kondisi lingkungan tropis, rumah adat Jawa masih dapat dijumpai
di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Makna Bentuk Ruangan dan Fungsinya
Rumah adat Jawa yang hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran memiliki pembagian ruang yang khas meliputi pendhapa, pringgitan, dan dalem. Dalam pola penataan ruang diterapkan prinsip hirarki. Nilai setiap kamar bervariasi; ruang depan bersifat umum atau sebagai ruang publik dan ruang belakang bersifat khusus atau private.
Bentuk dan panjang atap rumah joglo adalah salah satu
cara untuk beradaptasi dengan kondisi alam Indonesia. Teras depan dibangun
dengan luas yang melindungi dari terik matahari dengan atap gantung lebar yang
memanjang di sekeliling atap joglo.
Setiap ruangan, mulai dari teras, pendhapa, hingga
belakang (pawon dan pekiwan), tidak hanya memiliki tujuan tetapi juga kaya akan
filosofi hidup etnik Jawa. Menurut adat istiadat masyarakat Jawa, unsur agama
atau kepercayaan terhadap dewa-dewa diwujudkan dengan ruang pemujaan terhadap
Dewi Sri yang merupakan dewi kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga.
Mempertahankan Budaya Rumah Adat Jawa Tengah
Sebagai penerus bangsa, warga negara Indonesia perlu menyadari bahwa nilai-nilai kearifan lokal tidak ketinggalan zaman dan harus dilestarikan, serta dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan modern yang dibawa oleh globalisasi. Komunitas internasional menempatkan demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan dalam agenda pembangunan setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan realisasi filosofi Hamemayu Hayuning Bawana. Masyarakat harus bertindak dan bertindak dengan cara yang selalu mengutamakan keselarasan, keserasian, keserasian, dan keseimbangan dalam hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dan manusia dalam menjalankan kehidupan dan kehidupan agar negara menjadi suatu bangsa.
Hamemayu Hayuning Bawana dapat diwujudkan melalui Hamemasuh
Pemaning Bumi yaitu pembersihan atau pengamanan pelanggaran HAM.
Peperangan, pembantaian etnis, penyalahgunaan narkoba, penggunaan senjata berbahaya, terorisme, wabah penyakit, pembakaran hutan, dan ancaman lain terhadap kehidupan manusia dan lingkungan alam adalah contoh perusakan Bumi. Rasio dan kreativitas Barat atau yang bersifat lebih global dapat melengkapi Hangengasah Mingising Budi, yang menggambarkan upaya terus-menerus untuk mempertajam pikiran/manusia agar menjadi lebih tajam dari waktu ke waktu.
Posting Komentar untuk "Rumah Adat Jawa Tengah yang Sarat Makna"