Hari ini, dunia semakin terbiasa dengan mindset pertanian modern. Ketika berbicara masa depan pangan maka imajinasi yang otomatis muncul di benak adalah industrialisasi pertanian. Tanpa terasa, terciptalah ketergantungan terhadap sistem pertanian modern.
Masa depan pertanian seolah hanya soal mesin pemanen, pertanian monokultur, obat dan pupuk kimia, rekayasa genetik, atau pertanian canggih dalam gedung. Padahal Indonesia memiliki kondisi geografis yang beragam. Masing-masing daerah memiliki kearifan lokal pertaniannya sendiri yang sudah berjalan puluhan tahun lalu. Bukankah ini bukti bahwa kearifan lokal itu juga terbukti berhasil menjaga ketahanan pangan sejak dulu?
Alih-alih hanya mengadopsi modernisasi pertanian, jauh lebih baik bila melakukan sintesis antara kearifan lokal dengan pertanian modern sehingga dapat menghasilkan pengetahuan pertanian yang jauh lebih sustainable dan relevan dengan kondisi lokalnya. Dalam beberapa kasus, penerapan pertanian modern dengan melenyapkan kearifan lokal malah menimbulkan kerugian sistemik, terutama bagi petani.
Bencana akibat lenyapnya kearifan lokal pertanian pernah dirasakan oleh petani desa Ketapang, kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Karena tak ingin terus menderita, mereka berjuang untuk lepas dari ketergantungan pertanian modern yang serba kimia lalu pindah ke sistem pertanian organik. Mereka mendirikan Paguyuban Petani Padi Organik “Al Barokah”. Mereka telah bertani secara organik sejak 23 tahun lalu.
Uniknya, selain memelihara kearifan lokal, para petani Al Barokah juga mengadopsi beberapa pengetahuan modern untuk memperkuat kehidupan komunitas. Ternyata, sintesa antara modern dan kearifan lokal bukanlah hal yang mustahil.
Setidaknya ada empat pengetahuan modern yang diterapkan berdampingan dengan kearifan lokal, yakni: (1) Organisasi tani modern, (2) mendirikan koperasi serba usaha (KSU), (3) sertifikasi organik dan pupuk organik bertaraf internasional, dan (4) Smart Digital Farming.
Sintesa antara kearifan lokal dengan pengetahuan modern yang dilakukan Paguyuban Petani Al Barokah sangat mendukung target-target pemenuhan sustainable development goals (SDGs) ke 2, yakni “Tanpa Kelaparan”.
Ada tiga target yang hendak dicapai oleh SDGs ke 2, yakni menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, meningkatkan pertanian yang berkelanjutan, serta memelihara keragaman genetik benih tanaman budidaya, hewan ternak, dan spesies liar.
Memelihara Kearifan Lokal dengan Organisasi Tani Modern
Paguyuban petani padi organik Al Barokah berdiri pada 16 September 1998, kemudian resmi berbadan hukum dan memiliki akta notaris pada 14 September 2004.
Paguyuban Petani Padi Organik Al Barokah dikelola dengan prinsip-prinsip organisasi modern. Ada rapat umum tahunan anggota Paguyuban Petani atau disingkat “RUBANI”. Petani Al Barokah melangsungkan pergantian kepengurusan dan menyusun strategic plan meliputi pengembangan anggota (SDM) Paguyuban, peningkatan usaha, pemberdayaan pemuda dan perempuan, dan pendidikan anak tani (learning center).
Ketua pelaksana Paguyuban Al Barokah (eksponen eksekutif) dipilih secara demokratis oleh anggota petani penggarap melalui Pemilu Paguyuban. Masa jabatannya 4 tahun.
Masing-masing anggota paguyuban memiliki memiliki hak untuk memberikan suara, usul, saran, serta hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus. Dengan sistem demokratis, anggota petani turut merasa memiliki organisasinya.
Paguyuban petani Al Barokah juga memiliki Internal Control System (ICS). Aturan internal organisasi tersebut dibentuk dengan tujuan untuk membentuk disiplin komunitas dalam bertani organik.
Dalam ICS, anggota paguyuban dilarang untuk menggunakan pestisida dan herbisida kimia. Selain untuk melindungi tanaman pangan dari racun kimia, larangan tersebut juga bertujuan untuk melindungi keragaman hayati di sawah tetap hidup. Bahkan, aturan resmi desa Ketapang melarang siapa pun untuk membunuh ular atau berburu kepiting dan ikan di sekitar sawah.
Sempat viral di tahun 2011, ketika ada pemburu hewan sawah yang kebetulan tertangkap pada waktu itu, mereka akan dipaksa memakan hasil tangkapannya pada saat itu juga di tempat. Jika tidak mau, pemburu akan dibawa ke Polsek Susukan dan disuruh membuat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Memburu kodok, ular, belalang, tikus, dan belut hanya akan merugikan petani sebab mereka adalah hewan sahabat petani yang membantu kesuburan tanaman petani. Namun warga desa Ketapang sekarang tidak berani lagi berburu hewan sawah sebab sudah tersadarkan.
Petani Al Barokah melihat bahwa keragaman hayati adalah metode paling ramah lingkungan dalam mengendalikan hama. Mereka memanfaatkan keseimbangan rantai makanan untuk mengendalikan populasi hama. Petani Al Barokah tidak mau memusnahkan hama sebab hama adalah sumber pangan bagi hewan lainnya. Jika satu rantai makanan terputus, makan akan menciptakan ketidakseimbangan ekosistem yang merugikan petani.
Misalnya, untuk mengatasi serangan tikus maka bisa dilakukan dengan cara menambah jumlah predator alami tikus, seperti burung hantu dan ular. Tikus tidak dibasmi total hingga punah. Tikus cuma dikendalikan jumlah populasinya agar tidak merusak tanaman petani.
ICS paguyuban petani Al Barokah juga mewajibkan setiap anggota untuk mengontrol sawahnya dan sawah tetangganya. Setiap anggota petani juga harus bersedia bila sawah, rumah, dan tempat penyimpanan diperiksa oleh petugas kontrol maupun sesama anggota Paguyuban.
Selain itu, ICS juga mewajibkan petani anggota untuk memiliki dan mengisi buku kerja tentang budidaya tanamannya masing-masing. Perkembangan perawatan tanaman pun terdokumentasi. Hal ini tentu sangat unik, mengingat biasanya dunia tani itu jauh dari aktifitas literasi. Dengan mencatat, perawatan tanaman jadi lebih teratur dan sistematis mirip seperti manajemen perkebunan modern.
Bekerjasama untuk Memajukan Kearifan Lokal
Berbekal dengan struktur lembaga modern, Paguyuban Petani Al Barokah dapat menggalang kerjasama dengan perguruan tinggi maupun badan usaha swasta dan negeri guna memajukan komunitasnya.
Paguyuban petani Al Barokah bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah dalam meningkatkan kualitas pembuatan pupuk organik dan konservasi bibit unggul lokal. Berkat kerjasama yang dijalin, petani Al Barokah kini bisa membuat pupuk organik berstandar internasional. Bahkan pupuk organik tersebut bisa terjual ke pasar Timur Tengah sehingga menambah pemasukan petani.
Dengan memiliki pabrik pupuk organik sendiri, petani desa Ketapang sudah merdeka dari ketergantungan pupuk kimia. Mereka bisa menanam kapanpun tanpa harus mengandalkan stok pupuk nasional. Beban modal produksi petani juga berkurang.
Melalui kearifan lokal, petani Al Barokah dapat membuat pupuk dari bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar seperti rebung, bonggol pisang, dan katul. Masing-masing anggota Paguyuban juga diwajibkan untuk memelihara ternak supaya memperoleh stok kotoran ternak untuk bahan baku pupuk mereka.
Pertanian organik dapat mencegah ancaman kelaparan secara berkelanjutan. Mengapa? Sebab pertanian organik fokus pada kesuburan tanah dan menjaga ekosistem alam. Berbeda dengan pertanian kimia yang fokus pada kesuburan tanaman pangan saja, namun mengorbankan kesehatan tanah dan keseimbangan ekosistem.
Ketahanan pangan sangat berkaitan erat dengan tingkat kesuburan tanah. Tanah yang subur dan terpelihara akan menghasilkan pangan yang berlimpah. Sebaliknya, tanah yang tidak subur akan sulit ditanami sehingga dapat memicu kelaparan.
Metode bertani tradisional memperhatikan hak hidup mikroba dan organisme dalam tanah, mengingat para petani organik mengandalkan mikroba dan organisme tanah untuk menyuburkan tanaman. Makhluk “tak kasar mata” itu membantu pekerjaan petani dalam menyehatkan tanah, membuatnya gembur dan kaya mineral dan nutrisi.
Efek pupuk organik memang kalah cepat dan efisien dibandingkan dengan pupuk kimia. Namun, pupuk organik membuat tanah subur secara berkelanjutan.
Selain menyehatkan tanah, pertanian organik juga menjaga ekosistem air tawar. Berbeda dengan pertanian kimia yang meninggalkan risidu racun di tanah, lalu terbawa ke sungai atau danau saat hujan. Ekosistem air tercemar, ikan dan udang pun musnah. Padahal, hewan-hewan tersebut dapat menjadi sumber pangan dan gizi alternatif bagi masyarakat tani.
Petani Al Barokah tak hanya berdikari dalam swasembada pupuk, mereka juga mampu membuat pestisida organik sendiri. Bahan bakunya juga mudah diperoleh seperti daun sirsak, daun tembakau, lengkuas, dan serai.
Pestisida buatan petani Al Barokah ramah lingkungan sebab tidak bersifat memusnahkan hama melainkan hanya mengendalikan hama. Efek yang ditumbulkan bukan kematian melainkan membuat hama menjauh sebab bau dan rasa yang ditimbulkan pestisida atau membuat hama mandul sehingga populasinya terkendali. Selebihnya, pengendalian hama dipasrahkan pada rantai makanan yang sudah disusun seimbang oleh alam. Jadi, tidak ada pembunuhan hewan oleh petani.
Petani Al Barokah juga bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam upaya konservasi varitas unggul bibit padi lokal. Upaya konservasi bibit lokal sejalan dengan program swasembada bibit padi para petani desa Ketapang.
Sejauh ini ada puluhan varitas benih unggul lokal yang berhasil diselamatkan petani organik Al Barokah dari kepunahan antara lain: menthik wangi susu, erah anoman, anggarojo, merah slegreng, songgolangit, merah barokah, pandan wangi, merah mandel, wangi losari, merah wangi, kidang kencono ungu, hitam arang, kenongo, hitam cemani, malaman, ketan hitam, rening, ketan nasional, rojolele jenggot, ketan lempoh, rojolele genjah, ketan ratu, batu tegi, ketan mahesa jenar, ketan giyono, cempo, ketan sapi, mawar, ketan widodari, melati, ketan uli jenggot, sampang, dikakashi, mawar, cisokan (beras untuk diabetes), dan pelangi.
Dengan fasilitas dari perguruan tinggi, petani Al Barokah mendirikan “lumbung benih” yang berfungsi untuk menyimpan benih padi unggulan untuk masa tanam berikutnya. “Lumbung benih” adalah kearifan lokal yang sudah banyak diabaikan oleh kalangan petani dewasa ini, sebab mereka mengandalkan pembelian benih di toko. Padahal dengan memproduksi benih sendiri, petani akan menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan varitas unggulnya sendiri.
Konservasi varitas bibit lokal memberi keuntungan bagi petani Al Barokah sebab bibit lokal telah beradaptasi dengan situasi alam lokalnya. Jadi, bibit lokal besar kemungkinan lebih tahan terhadap serangan hama dan kondisi iklim sekitar. Berbeda dengan benih transgenik yang mudah terserang hama sehingga lebih rentan mengalami gagal panen sebab belum tentu cocok dengan lingkungan lokal. Jadi, hilangnya keragaman hayati adalah ancaman bagi kehidupan tani.
Meningkatkan Gizi dan Taraf Ekonomi Masyarakat melalui Sertifikasi Organik dan Koperasi
Pertanian organik mampu meningkatkan gizi masyarakat melalui tiga hal: (1) kualitas hasil panen, (2) keberagaman hayati, (3) peningkatan ekonomi masyarakat tani.
Hasil panen pertanian organik tentu lebih sehat sebab bebas dari racun kimia berbahaya dan rekayasa genetik. Kandungan gizi dan nutrisi pangan organik tentu lebih tinggi sebab tanahnya sehat dan kaya nutrisi. Tidak salah bila banyak masyarakat yang berminat untuk mengonsumsi pangan organik.
Bapak Musthofa mengakui bahwa ada tren peningkatan permintaan hasil pertanian organik Al Barokah. Kecenderungan ini terjadi selama pandemi Covid 19 kemarin, seiring dengan meningkatnya kesadaran kesehatan masyarakat.
Meski permintaan hasil pertanian organik tinggi, Paguyuban Petani Al Barokah memiliki kearifan unik agar petani desa Ketapang tetap sehat dan tidak kekurangan pangan. Yakni, dengan membatasi hasil panen yang boleh dijual sebesar 36 persen. Sedangkan sisanya sebesar 64 persen harus dikonsumsi petani dan keluarganya. Tujuannya sangat baik, agar petani tidak kekurangan pangan sebab semua panen habis dijual.
Pembatasan jumlah panen yang boleh dijual mengakhiri ironi-ironi petani selama ini. Petani seringkali justru mengalami kekurangan pangan, padahal mereka adalah produsen pangan. Tak jarang petani malah mengonsumsi beras tak layak sebab semua hasil panen terbaiknya dijual ke pasar, ditukar dengan uang. Kebiasaan ini membuat petani rentan kekurangan gizi dan terserang penyakit. Inilah yang disebut peribahasa “itik mati di lumbung padi.” Kearifan yang diterapkan Paguyuban petani Al Barokah mengakhiri peribahasa tua itu.
Peningkatan gizi masyarakat juga diperoleh dari keragaman hayati dan keseimbangan ekosistem alam. Keragaman jenis padi memiliki khasiat dan keunggulan gizi masing-masing. Ekosistem air tawar yang terjaga memungkinkan ikan dan udang hidup melimpah sehingga menjadi sumber protein alternatif masyarakat tani. Jadi, masyarakat tani lebih mungkin memperoleh gizi yang cukup bila keragaman hayati terjaga.
Peningkatan gizi masyarakat tani juga diperoleh dari harga jual beras organik yang cenderung lebih tinggi dan stabil. Peningkatan hasil ekonomi juga diperkuat dengan minimnya modal yang dikeluarkan petani dalam sistem organik. Perpaduan ini membuat petani memiliki finansial yang lebih kuat sehingga mereka dapat membeli sumber pangan bergizi lain yang tidak mereka tanam.
Selain itu, Paguyuban Petani Al Barokah berjuang meningkatkan harga jual panennya melalui sertifikasi organik sesuai peraturan Kementrian Pertanian (Permentan). Program sertifikasi lahan organik terus berkembang, seiring dengan bertambahnya lahan yang berhasil “diorganikkan”.
Mulanya, lahan yang sudah tersertifikasi hanya seluas 0,76 hektar saja, sedangkan sisanya seluas 7,23 hektar masih semi organik dan 21,09 hektar masih anorganik. Lalu pada Agustus 2016, luas lahan yang telah bersertifikat organik meluas, mencapai 122,43 hektar. Sedangkan 29,73 hektar sisanya masih dala tahap konversi ke organik. Lalu pada Oktober 2018, jumlah total lahan yang terlah bersertifikat organik sudah mencapai 166,06 hektar.
Fungsi sertifikat organik sangat penting di pasaran sebagai jaminan untuk konsumen bahwa produk organik yang dijual memang benar-benar organik, telah memenuhi standar yang berlaku. Sertifikat organik melindungi konsumen dari penipuan produk organik. Bagi petani, sertifikat organik menjadi alat untuk melindungi harga jual hasil panennya tetap layak dan adil sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan gizi dan standar hidup sejahtera.
Pada 15 November 2001, Paguyuban Petani Al Barokah membentuk Koperasi Serba Usaha (KSU) Gardu Tani Al Barokah dan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Lembaga ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi kerakyatan para petani Al Barokah.
Melalui KSU, hasil panen petani Al Barokah dapat terjual ke distributor nasional, bahkan sampai pasar internasional Timur Tengah. Dengan demikian, taraf ekonomi petani desa Ketapang bisa terangkat jadi lebih sejahtera berkat memelihara kearifan lokal pertaniannya.
Digital Smart Farming, Cara Modern Mengelola Kearifan Lokal
Paguyuban petani Al Barokah telah mengembangkan digital smart farming dengan bantuan CSR Astra. Teknologi digital ini berbasis aplikasi Android berfungsi untuk mengetahui kondisi fisika, kimia, dan biologi lahan pertanian jadi lebih akurat. Teknologi ini memiliki beragam komponen seperti sensor-sensor kelembapan, PH tanah, kualitas air, kecepatan angin, serta kamera pemantau hama dan perkembangan tanaman.
Uniknya, sumber energi perangkat digital smart farming milik petani Al Barokah berasal dari panas matahari yang ditangkap oleh solar panel. Dengan demikian, pemeliharaan kearifan lokal pertanian desa Ketapang jadi semakin canggih sebab dipadukan dengan teknologi hijau.
Berkat teknologi digital smart farming, petani desa Ketapang kini semakin mudah melakukan pemantauan lahan. Mereka dapat memonitoring perkembangan tanaman padi di sawahnya hanya melalui ponsel pintar dari rumah.
Paguyuban petani Al Barokah adalah contoh bahwa perpaduan kearifan lokal dan pengetahuan modern bisa membuka jalan bagi SDGs ke 2. Kisah sukses petani desa Ketapang adalah contoh bahwa masa lalu tak selalu tinggal kenangan, melainkan bisa menjadi tumpuan harapan bagi masa depan.
Posting Komentar untuk "Pertanian Organik Al Barokah, Cara Modern Mengelola Kearifan Lokal Pertanian"