Fakta-Fakta Menarik "Honai", Rumah Adat Khas Papua yang Eksotik dan Ramah Lingkungan

sumber gambar: detik.com

Jika berkunjung ke Papua, luangkan waktumu untuk mengunjungi Honai, rumah adat khas Papua yang eksotik. Bangunan rumah ini sangat populer, menyita banyak perhatian, sehingga dinobatkan menjadi salah satu warisan budaya yang masih dilestarikan hingga sekarang.

Bisa disebut, Honai adalah rumah yang mencerminkan khas kebudayaan masyarakat stepa atau padang sabana luas. Bentuk rumah ini memiliki cukup banyak perbedaan dibanding bentuk-bentuk rumah tradisional lain di pulau-pulau nusantara yang mangadopsi rumah panggung untuk beradaptasi dengan karakter tanah rawa dan bercurah hujan lebih tinggi.

Honai adalah rumah mungil yang berbahan ramah lingkungan. Rumah ini umumnya dimiliki oleh Suku Dani, Yali, dan Lani. Saudara kita ini tinggal di kawasan lembah Baliem, Jayawijaya. Sebab itu, rumah unik ini tidak akan ditemukan di seluruh wilayah Papua.

Umumnya, rumah adat Honai bisa dijumpai di daerah pegunungan atau dataran tinggi sekitar 1.600-1.700 meter di atas permukaan air laut.

Ditelisik dari suku katanya, nama Honai berasal dari 2 kata, yakni Husn yang berarti laki-laki, dan Ai yang berarti rumah. Sesuai dengan artinya, maka rumah ini hanya khusus diperuntukkan bagi laki-laki saja. Bahkan, wanita pun dilarang masuk ke rumah Honai, meski mereka sudah menikah. Para perempuan memiliki rumah mereka sendiri bernama Ebe’ai. Keduanya sama-sama khas rumah Papua.

Namun, ada perbedaan penyebutan rumah adat Papuaini, dimana oleh warga Suku Yali menyebut rumah adat ini dengan nama Homea. Bukan Honai.

Bentuk bagunan Honai terinspirasi dari alam sekitar. Konon, Suku Dani membangun Honai terinspirasi dari burung yang membuat sarang untuk tempat tinggal yang nyaman dan mampu melindungi dari panas dan hujan. Honai dibangun dengan cara bergotong royong bersama kerabat atau masyarakat setempat.

Fakta-Fakta Unik Rumah Adat Honai

Secara umum, rumah Honai berbentuk dasar lingkaran berdiameter 4-6 meter. Sedangkan atapnya benbentuk kerucut atau setengah bola, sehingga sekilas terlihat seperti jamur.

Tinggi rata-rata rumah Honai hanya sampai 2,5 meter. Rumah ini memiliki 4 tiang penopang utama (heseke) dan tiang-tiang penyangga dengan tinggi mencapai 5-7 meter. Meski mungil, Honai bisa menampung 5 hingga 10 orang. Bahkan, rumah ini memiliki 2 lantai dengan fungi berbeda, lantai satu berfungsi sebagai lantai dasar (agarawa) dan lantai atas sebagai loteng (henaepu).

Rangka bangunan Honai berbahan kayu. Sedangkan atapnya terbuat dari jerami atau ilalang. Seluruh bahan-bahan tersebut diikat dengan menggunakan rotan atau tali dari bahan-bahan alami lainnya. Sama sekali tidak menggunakan paku.

Honai tak memiliki jendela dan hanya terdapat 1 pintu untuk akses keluar masuk. Ventilasi rumah juga berukuran kecil, sehingga rumah ini cukup tertutup rapat. Mengapa demikian? Sebab ini bertujuan untuk melindungi penghuninya dari suhu dingin, mengingat suhu di sekitar tempat tinggal mereka bisa mencapai 10-15 derajat celcius ketika malam tiba, serta mencegah dari serangan binatang liar.

Bentuk atap Honai yang memangjang hingga ke bawah ternyata berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding rumah agar tidak terkena air hujan sekaligus meredam hawa dingin agar tidak masuk ke dalam rumah.

Dalam proses pembuatannya, balok kayu untuk tengah rumah diberi alas batu supaya tidak cepat lapuk akibat bersentuhan tanah. Dinding papan Honai dibuat runcing kedua ujungnya hingga mirip tombak (papan cincang) agar dapat disusun. Sedangkan atap jerami dan alang-alang akan diasapi terlebih dahulu sebelum dipasang. Rangka rumah dan atap kemudian ditutup dengan menggunakan kayu buah.

Pada bagian dalam Honai, terdapat sebuah tungku yang digunakan untuk memasak sekaligus berfungsi untuk menghangatkan diri. Lalu untuk alas tempat tidur menggunakan lokop atau pinde yang bentuknya menyerupai bambu kecil.

Ragam Fungsi Rumah Honai

Rumah adat Honai memiliki beragam fungsi. Selain digunakan sebagai tempat tinggal, Honai juga berfungsi sebagai tempat menyimpan simbol adat maupun alat perang. Masyarakat Suku Dani juga memfungsikan Honai sebagai lumbung pangan untuk menyimpan hasil pertanian mereka serta menyimpan peralatan berburu.

Honai juga memiliki fungsi sosial yang vital bagi masyarakat lokal setempat. Rumah ini menjadi tempat dimana keputusan-keputusan penting dibahas, seperti strategi perang.

Selain itu, Honai juga menjadi tempat edukasi, dimana para tetua adat atau para orang tua memberi edukasi kepada anak-anak mereka terkait tradisi adat, mengurus rumah tangga, hingga melatih anak laki-laki agar menjadi orang yang kuat saat dewasa.

Pulang Rumah
Pulang Rumah Blog ini dikelola oleh Alif Syuhada

Posting Komentar untuk "Fakta-Fakta Menarik "Honai", Rumah Adat Khas Papua yang Eksotik dan Ramah Lingkungan"